Jumat, 12 Juni 2015

FITOREMEDIASI



TUGAS
PENGETAHUAN LINGKUNGAN


MENGATASI PENCEMARAN LOGAM BERAT DENGAN MENGGUNKAN TUMBUHAN HIPERAKUMULATOR
  


OLEH :
KELOMPOK 1
`           ARDIANTO BAMPE          F1C1 11 067
IIN FITRIANTI                    F1C1 14 005
AHZAN FAZLYAH             F1C1 14 055
AMRIN                                  F1C1 14 059


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015

BAB II PEMBAHASAN

Salah satu pendekatan untuk meremediasi lingkungan tercemar logam adalah dengan fitoekstraksi menggunakan tanaman hiperakumulator. Dengan berkembangnya teknologi fitoremediasi maka tumbuhan hiperakumulator logam menjadi sangat penting. Tanaman hiperakumulator mampu mengakumulasi logam dengan konsentrasi lebih dari 100 kali melebihi tanaman normal, dimana tanaman normal mengalami keracunan logam dan penurunan produksi. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan serangkaian proses fisiologis dan biokimiawi serta ekspresi gen-gen yang mengendalikan penyerapan, akumulasi dan toleransi tanaman terhadap logam .
Fitoremediasi merupakan proses teknologi yang menggunakan tumbuhan untuk memulihkan tanah yang tercemar oleh bahan polutan secara in situ (Surtikanti, 2011:144). Teknologi ini dapat ditunjang dengan peningkatan  perbaikan media tumbuh dan ketersediaan mikroba tanah untuk meningkatkan  efesiensi dalam proses degradasi bahan polutan. Proses fitoremediasi bermula  dari akar tumbuhan yang menyerap bahan polutan yang terkandung dalam air.  Kemudian melalui proses transportasi tumbuhan, air yang mengandung bahan  polutan dialirkan keseluruh tubuh tumbuhan, sehingga air yang menjadi bersih dari polutan. Tumbuhan ini dapat berperan langsung atau tidak langsung  dalam proses remediasi lingkungan yang tercemar. Tumbuhan yang tumbuh di  lokasi yang tercemar belum tentu berperan aktif dalam penyisihan  kontaminan, kemungkinan tumbuhan tersebut berperan secara tidak langsung.  Agen yang berperan aktif dalam biodegradasi polutan adalah mikroorganisme  tertentu, sedangkan tumbuhan dapat berperan memberikan fasilitas penyediaan akar tumbuhan sebagai media pertumbuhan mikroba tanah  sehingga pertumbuhan lebih cepat berkembang biak (Surtikanti dan  Surakusumah, 2011:145). 
Ada beberapa kriteria tumbuhan yang dapat digunakan dalam proses fitoremdiasi, (Youngman dalam Surtikanti, 2011:145), yaitu harus:
1)      memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi
2)      hidup pada habitat yang cosmopolitan
3)       mampu  mengkonsumsi air dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat
4)      mampu meremediasi lebih dari satu jenis polutan
5)      mempunyai toleransi tinggi terhadap polutan
6)      dan mudah dipelihara.

Contoh tumbuhan yang dapat digunakan untuk dalam bioremediasi polutan adalah:
·         Salix sp
·         rumput-rumputan (Bermuda grass, sorgum)
·         legum (semanggi, alfalfa)
·         berbagai tumbuhan air dan hiperakumulator untuk logam (bunga matahari, Thlaspi sp). 
Dalam proses remediasi, tumbuhan dapat bersifat aktif maupun pasif dalam  mendegradasi bahan polutan. Secara aktif tumbuhan memiliki kemampuan  yang berbeda dalam fitoremediasi. Ada yang melakukan proses transformasi, fitoekstraksi (pengambilan dan pemulihan dari kontaminan pada biomassa bawah tanah), fitovolatilisasi, fitodegrradasi, fitostabilisasi (menstabilkan daerah limbah dengan kontrol penyisihan dan evapotrannspirasi), dan rhizofiltrasi (menyaring logam berat ke sistem akar) (Kelly dalam Surtikanti, 2011:145). Keenam proses ini dibedakan berdasarkan proses fisik dan biologis. Sedangkan secara pasif tumbuhan melakukan biofilter, transfer oksigen, menghasilkan karbon, dan menciptakan kondisi lingkungan (habitat)  bagi pertumbuhan mikroba.
Fitotransformasi adalah pengambilan kontaminan bahan organik dan nutrien  dari tanah atau air tanah yang kemudian dtransformasikan oleh tumbuhan.  Proses trannsformasi poluttan dalam tumbuhan dapat berubah menjadi nontoksik atau menjadi lebih toksik. Metabolit hasil transformasi tersebut  terakumulasi dalam tubuh tumbuhan.
Fitoekstraksi merupakan penyerapan polutan oleh tanaman air atau tanah dan kemudian diakumulasi atau disimpan  dalam bagian suatu tumbuhan (daun atau batang). Tanaman tersebut  dinamakan hiperakumulator. Setelah polutan terakumulasi, tumbuhan dapat  dipanen dan tumbuhan tersebut tidak boleh dikonsumsi tetapi harus  dimusnahkan dengan insinerator atau ditimbun dalam landfill.
 Fitovolatillisasi merupakan proses penyerapan polutan oleh tumbuhan,  kemudian polutan tersebut diubah menjadi bersifat volatile (mudah menguap),  setelah itu ditranspirasikan oleh tumbuhan. Polutan yang dilepaskan oleh  tumbuhan keudara dapat memiliki bentuk senyawa awal polutan, atau dapat  juga menjadi senyawa yang berbeda dari senyawa awal.
Fitodegradasi adalah  proses penyerapan polutan oleh tumbuhan dan kemudian polutan tersebut  mengalami metabolisme di dalam tumbuhan. Metabolisme polutan di dalam  tumbuhan melibatkan enzim antara lain nitrodictase, laccase, dehalogenase,  dan nitrillase.
Fitostabilisasi merupakan proses yang dilakukan oleh  tumbuhan untuk mentransformasikan polutan di dalam tanah menjadi senyawa  nontoksik tanpa menyerap terlebih dahulu polutan tersebut ke dalam tubuh  tumbuhan. Hasil transformasi dari polutan tersebut tetap berada di dalam  tanah. Fitostabilisasi dapat diartikan sebagai penyimpanan tanah dan sedimen  yang terkontaminasi dengan menggunakan vegetasi, dan immobilisasi  kontaminan beracun polutan. Fitostabilisasi biasanya digunakan untuk  kontaminan logam pada daerah berlimbah yang mengandung suatu  kontaminan. Sedangkan rhizofiltrasi adalah proses penyerapan polutan oleh  tanaman tetapi biasanya konsep dasar ini berlaku apabila medium yang  tercemarnya adalah badan perairan (Surtikanti, 2011:146-148). 
Tumbuhan dapat berperan dalam mempercepat proses remediasi pada lokasi  yang tercemar. Hal ini dapat menjadi dalam berbagai cara, antara lain:
1. Sebagai solar driven-pump dan treat system, yaitu: proses penarikan polutan ke daerah rhizosfer dengan bantuan sinar matahari.
2. Sebagai biofilter, yaitu: tumbuhan yang dapat mengadsorbsi dan  membiodegradasi kontaminan yang berbeda di udara, air, dan daerah  buffer. Proses adsorbsi ini bersifat menyaring kontaminan.
3. Transfer oksigen dan menurunkan water table. Tumbuhan dengan sistem  perakaran dapat berfungsi sebagai transfer oksigen bagi mikroorganisme  dan dapat menurunkan water table sehingga difusi gas dapat terjadi.  Fungsi ini biasanya dilakukan oleh tanaman apabila kontaminannya  bersifat biodegradable.
4. Penghasil sumber karbon dan energi. Tumbuhan dapat berperan sebagai  sumber penghasil karbon dan energi alternatif yaitu dengan cara  mengeluarkan eksudat atau metabolisme oleh akar tumbuhan. Eksudat  tersebut dapat digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai sumber karbon dan alternatif sebelum mikroorganisme tersebut menggunakan  polutan sebagai sumber karbon dan energi.

Kegiatan industri, pertanian dan pertambangan semakin meningkat, sehingga pencemaran logam berat pada tanah dan air menjadi issue penting secara global terhadap masalah lingkungan, kesehatan, ekonomi, dan perencanaan. Adanya peningkatan pembuangan limbah industri, menyebabkan pencemaran pada air dan tanah, sehingga akan bermasalah terhadap pemanfaatan lahan untuk pertanian dan perkembangan perkotaan. Peningkatan penggunaan agrokimia pupuk dan pestisida untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah dan produksi tanaman, ternyata mengandung unsur-unsur yang tidak diinginkan seperti kadmium (Cd) yang dapat mencemari tanah, sehingga kontaminasi oleh sumber-sumber pupuk dapat menimbulkan potensi ancaman bagi rantai makanan. 
Dampak pertambangan dan industri merupakan tantangan untuk pengelolaan lingkungan secara alami dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak pencemaran lingkungan perlu melibatkan unsur interdisipliner, antar-organisasi, dan upaya internasional. Secara global, ekonomi industri telah digunakan sebagai suatu sistem sumber daya terbuka melalui pemanfaatan bahan baku mineral dan energi; dengan pembuangan limbah yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Tantangan yang dihadapi adalah membuat ekonomi industri lebih mengarah kepada sistem tertutup dengan sasaran penghematan energi, mengurangi limbah, mencegah pencemaran, dan mengurangi biaya (UNO, 1995). Dua unsur penting yang perlu diperhatikan adalah:
1. Industri harus mencakup eko-efisiensi dalam mewujudkan pendekatan produksi bersih; yaitu perolehan maksimum produk dari minimal bahan baku, rancangan produksi, dan teknologi pengolahan dengan meminimalisasi dampak lingkungan dan penanganan limbah untuk mencegah pencemaran lingkungan.
2. Limbah industri harus dianggap sebagai bahan baku berharga yang dapat diolah lebih lanjut atau dengan kata lain didaur ulang.
Remediasi yang diartikan sebagai perbaikan lingkungan secara umum diharapkan dapat menghindari resiko-resiko yang ditimbulkan oleh kontaminasi logam yang berasal dari alam (geochemical) dan akibat ulah manusia (anthropogenic). Logam dalam tanah tidak dapat mengalami biodegradasi sehingga pembersihan kontaminan menjadi pekerjaan yang berat dan mahal.
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar, ada 2 jenis remediasi tanah yaitu in-situ (on-site/pembersihan di lokasi) dan ex-situ (off-site). Remediasi secara in-situ bisa dengan menggunakan fungi atau bakteri (bioremediasi) atau dengan menggunakan tanaman akumulator logam berat (fitoremediasi). Salah satu tanaman akumulator logam berat adalah akar wangi (Vetiveria zizanioides L.)

makalah filsafat kimia



MAKALAH MATA KULIAH FILSAFAT DAN KONSEP TEKNOLOGI
PERAN FILSAFAT DALAM ILMU KIMIA



OLEH :
KELOMPOK IX

OWINK AGUNG PRABOWO                         F1C1 14 039
VIESTA VALENTIN OKTAVIANUS               F1C1 14 049
AMRIN                                              F1C1 14 059
EKA UTAMI                                       F1C1 14 0
LILIS                                                 F1C1 14 0


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015

KATA PENGANTAR


Alhamdulilah, Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha Esa  yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini berjudul “ PERAN FILSAFAT DALAM ILMU KIMIA”. Makalah  ini berisi tentang hubungan sinergi antara filsafat, filsafat ilmu pengetahuan dan ilmu kimia
Makalah  ini merupakan tulisan ilmiah untuk berpikir rasional dalam mengaitkan teori kefilsafatan dalam membangun pemikiran ilmiah dalam mencari kebenaran dalam bidang ilmu kimia.  Ilmu kimia harus ada pembuktian ilmiah. Penulis menyampaikan permohonan maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan. Penulis juga berharap sekali saran dan kritik yang bersifat konsktruktif. Semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Kendari, 20 mei 2015


Penulis
 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................         i
DAFTAR ISI.....................................................................................................        ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................          
            A.   Latar Belakang Masalah.................................................................          1
            B.   Tujuan Penulisan.............................................................................          3   
C.      Manfaat Penulisan............................................................................        3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................           
A.    Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu…………………………..    4         
a.                   Zaman Periode Yunani Kuno…………………………...           4
b.                  Zaman Periode pertengahan…………………………….           5     
c.                   Zaman Periode Kontemporer……………………………          5
B.     Tinjauan Umum Filsafat.................................................................          5        
C.     Pengertian Filsafat ........................................................................            7       
D.    Filsafat Ilmu....................................................................................          8
E.     Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan     
Pengetahuan Alam..........................................................................          10     
F.      Filsafat sebagai induknya Ilmu pengetahuan.................................           11   
G.    Filsafat kimia.................................................................................           12      
a.                   Ilmu Kimia dalam Tinjauan Ontologi................................         12    
b.                  Ilmu Kimia dalam Tinjauan  Epistemologi.........................        13
c.                   Ilmu Kimia dalam Tinjauan Aksiologi...............................         14      
BAB III PENUTUP.......................................................................................    
 A.  Kesimpulan.............................................................................................       18   
 B.  Saran.......................................................................................................       18

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................     iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan yang di identikkan dengan filsafat di mulai sebelum abad ke -17,  bahkan filsafat merupakan bahasa lain dari Ilmu pengetahuan pada saat itu. Misalnya perkembangan filsafat di Yunani, yang semuanya hampir meliputi pemikiran teoritis para pemikir, artinya para ahli pada saat itu menciptakan ide dan pendapat yang nantinya dijadikan rujukan dan pedoman oleh orang lain.  Pada awal abad ke -17, munculah pemikiran baru tentang filsafat, yaitu pemisahan filsafat dengan ilmu pengetahuan.
Jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana (estimologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan, tidak mungkin bahasan estimologi terlepas sama sekali dari ontology dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model berpikir sistematik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.
Ilmu kimia merupakan ilmu mengenal bahan kimia. Bahan kimia bukanlah zat abstrak yang perlu ditakuti oleh manusia biasa. Bahan ini mencakup benda yang ada disekitar kita. Ilmu kimia adalah cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari struktur materi, sifat-sifat materi, perubahan suatu materi menjadi materi lain, serta energi yang menyertai perubahan materi. Kimia adalah ilmu tentang materi dan perubahannya. Materi itu sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Semua materi berada dalam tiga wujud yaitu, padat, cair dan gas. Hakikat ilmu kimia adalah bahwa benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, maupun susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi perubahan letak susunan yang mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dari wujud/bentuk semula. Ilmu kimia lahir dari keinginan para ahli kimia untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan apa dan mengapa tentang sifat materi yang ada di alam, yang masing-masing akan menghasilkan fakta dan pengetahuan teoritis tentang materi yang kebenarannya dapat dijelaskan dengan logika matematika.
Ilmu Kimia merupakan salah satu ilmu-ilmu eksak yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Pemanfaatan ilmu kimia itu itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Setiap harinya, di mana pun itu, kita dapat menemukan proses kimia berlangsung serta hasil dari proses kimia tersebut. Baik itu manfaat yang diberikannya baik ataupun tidak bagi kita sendiri ataupun lingkungan serta masyarakat. Ilmu kimia itu sendiri terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya adalah Kimia Organik, Kimia Anorganik, Biokimia, Kimia Fisika, Kimia Nuklir (inti), Kimia terapan yang mencakup banyak ilmu-ilmu terapan, misalnya Kimia Polimer, Kimia Bahan Alam, Kimia Medisinal, dan lain-lain.
Persepsi masyarakat tentang kimia kebanyakan lebih terdengar negatif. Hal ini juga tidak bisa dipungkiri dari adanya andil kimia dalam penyebab beberapa kerugian yang diderita oleh masyarakat. Misalnya saja limbah dari pabrik yang menimbulkan gangguan kesehatan, penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya pada makanan, sampai dengan penggunanaan ilmu kimia dalam membuat senjata pembunuh massal yaitu bom atom. Jika kita lebih bijak, maka semua kerugian itu dapat saja kita tanggulangi. Pada dasarnya ilmu itu ada bukan untuk merugikan manusia tetapi sebaliknya. Oleh sebab itu, diangkatlah tema tentang ilmu kimia yang dikaji menurut ontology, epistimologi dan aksiologi agar kita benar-benar mengetahui apa sebenarnya ilmu kimia.






B.     Tujuan Penulisan

Pada makalah ini di berikan urain ilmia tentang Filsafat ilmu bidang kimia dengan tujuan untuk menjadi acuan dasar berpikir kimia dengan konsep pemahaman filsafat ilmu guna mencari kebenaran dari apa yang kita rumuskan dan teliti terkait bidang ilmu kimia.
C.     Manfaat Penulisan
Penulisan ini bermanfaat untuk lebih memahami tentang filsafat, filsafat ilmu dan penerapan filsafat ilmu dalam bidang kimia dalam hal penelitian, pembuatan teori dan kebenaran mutlak.






























BAB II
PEMBAHASAN

A.  Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu

Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun secara historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat telah berhasil mengubah pola fikir bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para dewa. Karenanya para dewa harus dihormatidan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat, pola fikir yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola fikir yang tergantung pada rasio.
Perkembangan sejarah filsafat di dunia barat dapat dibagi dalam empat periodisasi yaitu :
a.       ZamanYunani Kuno atau periode klasik,
Ciri pemikiran filsafat adalah kosmosentris yakni para filosof masa ini mempertanakan asal-usul alam semesta dan jagad raya.  Pada periode ini, orang Yunani berusaha memberikan deskripsi yang rasional dari masalah-masalah yang mereka hadapi, termasuk memikirkan tentang asal-mula amam semesta. Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting karena terjadi perubahan pola fikir manusia dari Mitnosentris ( Mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam) menuju Logosentris. Thales adalah orang pertama yang berupaya mencari jawaban atas pertanyaan tentang segala benda dalam alam ini sehingga dia dikenal sebagai bapak filsafat.



b.      Zaman periode pertengahan
Pada abad ini, tradisi berpikir ( berfilsafat ) bersentuhan dengan tradisi agama (Teologi ). Ada 2 periode di jaman pertengahan yaitu periode skolastik Islam dan periode skolastik Kristen.
c.       Zaman periode kontemporer
Pemikiran filsafat pada abad ini, mayoritas mengkritisi, memperbaiki, dan menyempurnakan pemikiran-pemikiran filsafat pada abad sebelumnya. Yang terpenting pada abad ini yaitu mengembangkan pendekatan interdisipliner. Filsafat sebagai “ibu” ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat kembali mengarahkan “anak cucunya” sebagai “mitra dialog” dalam menyelesaikan persoalan aktual masa kini dan masa mendatang yang semakin kompleks ruang lingkupnya.
B.  Tinjauan Umum Filsafat
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982). Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.

Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.  Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).

C.  Pemgertian Filsafat
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).  Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).


D.  Filsafat Ilmu
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ini berarti ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian-kejadian yang bersifat empiris (obyek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia).
Syarat-syarat Ilmu :
·         Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam.
·         Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
·         Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya.
·         Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).
Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).  Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.


E.   Filsafat Sebagai Induknya Ilmu Pengtahuan
Beberapa ahli filsafat menjelaskan bahwa filsafat itu adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dahulu pada mulanya filsafat meliputi semua ilmu yang ada pada zamanya: politik, ekonomi, hukum, seni, dan sebagainya. Akan tetapi lama kelamaan dengan intensifnya usaha-usaha yang bersifat empiris dan eksperimental terciptalah satu persatu ilmu yang khusus memecahkan satu bidang masalah. Sehingga terwujudlah berbagai ilmu pengetahuan yang mendasarkan penyelidikannya secara empiris dan eksperimental dan terlepaslah dari filsafat sebagai induknya. Tetapi dengan munculnya ilmu-ilmu tidak berarti telah lenyaplah eksistensi filsafat dan fungsinya. Filsafat masih tetap eksis dan mempunyai fungsi sendiri yang tidak dapat digantikan oleh ilmu pengetahuan. Garapan filsafat berbeda dengan garapan ilmu pengtahuan dan masing-masing dibutuhkan. Dalam kenyataan, setiap ilmu membutuhkan filsafatnya. Ada ilmu hukum ada pula filsafat hukum, ada ilmu pendidikan ada pula filsafat pendidikan.
Filsafat dalam pandangan tokoh-tokoh dunia diartikan sebagai berikut:
  1. Plato (427 – 348 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli
  2. Aristoteles (382 – 322 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung dalam ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika
  3. Al Kindi (801 – ……m), filsafat adalah pengetahuan tentang realisasi segala sesuatu sejauh jangkauan kemampuan manusia
  4. Al Farabi (870 – 950 m), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikat sebenarnya.
  5. Prof. H. Muhammad Yamin, filsafat adalah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya. Di dalam kepribadiannya itu dialami sesungguhnya.

Dalam kamus Bahasa Indonesia, filsafat dapat diartikan sebagai berikut
  1. Teori atau analisis logis tentang prinsip-prinsip yang mendasari pengaturan, pemikiran pengetahuan, sifat alam semesta.
  2. Prinsip-prinsip umum tentang suatu bidang pengetahuan.
  3. Ilmu yang berintikan logika ,estetika, metafisika, dan epistemology
  4. Falsafah.

Tujuan filsafat ialah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin dan menerbitkan serta mengatur semua itu dalam bentuk sistematik. Dengan demikian filsafat memerlukan analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran sudut pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan. Semua ilmu baik ilmu sosial maupun ilmu alam bertolak dari pengembangannya yaitu filsafat. Pada awalnya filsafat terdiri dari tiga segi, yaitu :
1.      Apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika);
2.      Mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika);
3.      Apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika).
Kemudian ketiga cabang utama itu berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik. Cabang-cabang filsafat tersebut antara lain mencakup:
1.      Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)
2.      Etika (Filsafat Moral)
3.      Estetika (Filsafat Seni)
4.      Metafisika
5.      Politik (Filsafat Pemerintahan)
6.      Filsafat Agama
7.      Filsafat Ilmu
8.      Filsafat Pendidikan
9.      Filsafat Hukum
10.  Filsafat Sejarah
11.  Filsafat Matematika
Ilmu tersebut pada tahap selanjutnya menyatakan diri otonom, bebas dari konsep-konsep dan norma-norma filsafat. Namun demikian ketika ilmu tersebut mengalami pertentangan-pertentangan maka akan kembali kepada filsafat sebagai induk dari ilmu tersebut. Oleh karena itu, mengapa filsafat sering disebut para ahli sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan di mana ilmu tersebut selalu berkaitan dengan filsafat sebagai sumber acuan.
F.   Filsafat Kimia
1)      Ilmu Kimia dalam Tinjauan Ontologi
Nama ilmu kimia berasal dari bahasa Arab, yaitu al-kimiya yang artinya perubahan materi, oleh ilmuwan Arab Jabir ibn Hayyan (tahun 700-778). Ini berarti, ilmu kimia secara singkat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari rekayasa materi, yaitu mengubah materi menjadi materi lain. Secara lengkapnya, ilmu kimia adalah ilmu mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahan suatu zat atau materi. Zat atau materi itu sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa
Susunan materi mencakup komponen-komponen pembentuk materi dan perbandingan tiap komponen tersebut. Struktur materi mencakup struktur partikel-partikel penyusun suatu materi atau menggambarkan bagaimana atom-atom penyusun materi tersebut saling berikatan. Sifat materi mencakup sifat fisis (wujud dan penampilan) dan sifat kimia. Sifat suatu materi dipengaruhi oleh : susunan dan struktur dari materi tersebut.  Perubahan materi meliputi perubahan fisis/fisika (wujud) dan perubahan kimia (menghasilkan zat baru). Energi yang menyertai perubahan materi = menyangkut banyaknya energi yang menyertai sejumlah materi dan asal-usul energi itu.
Ini berarti bahwa aspek ontologi dari ilmu kimia adalah:
  1. Konsep kimia, yang berarti kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahan suatu materi
  2. Objek studi dari ilmu kimia adalah zat atau materi.
Bagian yang terpenting dari ilmu kimia adalah mempelajari reaksi kimia, perubahan yang terjadi bila senyawa kimia berinteraksi membentuk suatu senyawa baru yang berbeda. Reaksi kimia merupakan suatu hal yang menakjubkan untuk diteliti dan merupakan bagian yang menyenangkan dari ilmu kimia untuk memperhatikan terjadinya reaksi kimia.
Hakekat ilmu kimia adalah benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, maupun susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi deformasi, perubahan letak susunan, ini mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dengan wujud yang semula.
2)      Ilmu Kimia dalam Tinjauan Epistimologi
Epistimologi ilmu adalah berbicara tentang bagaimana ilmu itu diperoleh dan dikembangkan. Ilmu kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya ilmu kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan  teori (deduktif).
Ilmu kimia dikembangkan oleh ahli kimia untuk menjawab pertanyaan “apa” dan “mengapa”  tentang sifat materi yang ada di alam. Pengetahuan yang lahir dari upaya untuk menjawab pertanyaan “apa” merupakan suatu fakta bahwa sifat-sifat materi yang diamati sama oleh setiap orang akan menghasilkan pengetahuan deskriptif yang diperoleh dengan merancang percobaan dan melakukan eksperimen. Sedangkan pengetahuan yang lahir untuk menjawab pertanyaan “mengapa” suatu materi memiliki sifat tertentu akan menghasilkan pengetahuan yang teoritis. Pengetahuan ini diperoleh melalui langkah-langkah ilmiah sehingga muncul dan diciptakannya suatu teori. Teori yang telah ditemukan akan terus dibuktikan oleh peneliti lain demi memperkuat teori tersebut atau mungkin menyempurnakannya. Teori yang sudah mendekati sempurna akan diakui. Berikut adalah bagaimana ilmu kimia dikembangkan.



3)      Ilmu Kimia dalam Terapan Aksiologi
Aksiologi ilmu membicarakan tentang nilai atau kebermanfaatan suatu ilmu. Ilmu kimia seperti halnya ilmu-ilmu yang lain mempunyai manfaat apabila dipelajari oleh siapapun. Manfaat dari mempelajari ilmu kimia meliputi :
  1. Pemahaman kita menjadi lebih baik terhadap alam sekitar dan berbagai proses yang berlangsung di dalamnya.
  2. Mempunyai kemampuan untuk mengolah bahan alam menjadi produk yang lebih berguna bagi manusia.
  3. Membantu kita dalam rangka pembentukan sikap.
Secara khusus, ilmu kimia mempunyai peranan sangat penting dalam bidang : kesehatan, pertanian, peternakan, hukum, biologi, arsitektur dan geologi. Pada  bidang kesehatan contohnya adalah ditemukannya obat-obatan dari proses kimia yang dapat membantu dalam proses pemulihan terhadap suatu penyakit.
Dibalik sumbangannya yang besar bagi kehidupan kita, secara jujur harus diakui bahwa perkembangan ilmu kimia juga memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia. Contohnya bahan pangan yang beredar di tengah masyarakat yang mengandung bahan kimia berbahaya, seperti : tahu, bakso yang mengandung bahan formalin, pengawet. Krupuk yang kita konsumsi pun tak luput dari bahan racun kimia “boraks”. Bahkan, minuman es di kantin-kantin maupun yang dijual dipinggir jalan diindikasikan bahwa bahan pewarnanya tak lain adalah bahan yang digunakan untuk pewarna kain. Produk kecantikanpun tak luput dari penggunaan racun-racun berbahaya, mercuri, yang berakibat paling fatal yakni kematian serta masih banyak lagi manfaat negatif dari ilmu kimia.
Dampak negatif dari ilmu kimia ada karena para pelaku tersebut paham konsep dan proses ilmu yang ditemukan tetapi tidak mempedulikan nilai dari ilmu tersebut, sehingga ilmu yang ditemukan hanya akan membawa kerugian bagi masyarakat. Jika setiap manusia menemukan ilmu dengan memandang wilayah aksiologi, maka ilmu tersebut akan memiliki nilai yang tinggi. Contohnya yaitu mengenai peluruhan atom yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk tujuan tertentu. Peluruhan atom telah diketahui oleh ilmuwan, bahwa dalam proses peluruhan atau fisi sebuah unsur akan disertai pelepasan energi beberapa elektron yang tentunya dapat dimanfaatkan, misalkan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.

Filsafat adalah pengetahuan tentang segala apa yang ada. Filsafat memberi jawaban atas pertanyaan “apakah hakikatnya segala yang ada di atas bumi dan dikolong langit?”.  Segala apa yang ada ini dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu benda hidup dan benda mati. Benda hidup berupa tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Benda mati berupa cangkir, piring, meja, batu dan sebagainya. Jadi segala apa yang ada hanya terdiri dari benda hidup dan benda hidup dan benda mati.
Benda mati tidak bergerak, dan tidak mengalami perubahan kecuali bila digerakkan dan dirubah oleh benda lain. Sedangkan benda hidup bergerak dan mengalami perubahan walaupun tidak digerakkan atau dirubah oleh benda lain. Dengan demikian maka gerak dan perubahan itu bersifat pribadi. Wujud satuan benda jadi adalah hewan, manusia, meja, kursi dan sebagainya. Wujud manusia sebagai benda disebut badan (raga). Raga manusia senantiasa dapat bergerak sendiri dan dapat mengalami perubahan sesuai keinginannya, baik dalam hal perubahan sifatnya, bentuk dan energi yang dihasilkan. Jika raga itu tidak dapat lagi bergerak sendiri dan melakukan perubahan, maka raga itu disebut mati.
Perubahan ada dua yaitu perubahan fisika dan perubahan kimia. Perubahan fisika adalah perubahan yang tidak menghasilkan zat baru, yang berubah hanyalah bentuk dan wujudnya tanpa mengubah jenis dan sifat zat tersebut. Sedangkan perubahan kimia adalah perubahan yang menghasilkan zat baru, berubah sifat dan susunannya.
Benda mati ini apabila mengalami perubahan tidak akan mengubah sifat dan jenisnya, hanya berubah bentuk dan wujudnya saja. Misalnya kayu yang telah di bentuk atau diolah oleh seseorang menjadi kursi atau meja, yang berubah hanyalah bentuk dari kayu itu yang semula berbentuk panjang bulat, setelah diolah berbentuk meja dan kursi yang memiliki kaki, sifat dari benda itu tetap yaitu kayu. Lain halnya dengan benda hidup seperti manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Disini manusia sama halnya dengan perubahan kimia yang mengalami perubahan menghasilkan zat baru, berubah sifat dan bentuknya. Misalnya bayi yang baru lahir dengan bentuk yang kecil dan hanya bisa menangis dan menggerakkan tangan dan kaki, tetapi setelah bayi itu tumbuh dewasa maka otomatis bentuk tubuh dan sifatnya berubah. Energy yang dikeluarkannya juga lebih banyak seiring dengan kegiatan/pekerjaan yang dia lakukan. Energy adalah sesuatu yang memiliki kemampuan untuk melakukan usaha, tidak dapat diamati langsung keberadaannya, tetapi dapat diamati akibat yang ditimbulkan.

















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangatlah tepat dijadikan landasan pengembangan ilmu khususnya ilmu pengetahuan alam bidang kimia, karena kenyataanya, filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan alam.
  1. Hakikat dari ilmu kimia adalah benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, baik itu susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain maupun  perubahan letak susunan yang mana hal ini mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dengan wujud yang semula.
  2. Ilmu Kimia ada karena untuk menjawab pertanyaan “apa” dan “mengapa” tentang materi yang diamati.
  3. Ilmu Kimia secara aksiologi adalah berkaitan dengan kebermanfaatan dari ilmu kimia tersebut yang dikaitkan dengan moral manusia yang menggunakannya. Ilmu kimia akan bermanfaat jika moral manusia yang menggunakannya baik, dan ilmu kimia akan mendatangkan kerugian jika moral manusia yang menggunakannya tidak baik.
B.     Saran
Saran yang diberikan berkaitan dengan topik yang diambil adalah ilmu kimia merupakan ilmu yang bermanfaat bagi manusia jika dimanfaatkan secara benar dan tepat. Benar dalam hal sesuai dengan fungsinya dan tepat dalam hal komposisinya.
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K., 1987., “Panorama Filsafat Modern”, Gramedia Jakarta, p.14, 16, 20-21, 26.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.
Nuchelmans, G., 1982., “Berfikir Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam,
Relevansi Filsafat dalam Pengembangan Ilmu Kimia (Wilayah Aksiologi).