BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan yang di
identikkan dengan filsafat di mulai sebelum abad ke -17, bahkan filsafat merupakan bahasa lain dari
Ilmu pengetahuan pada saat itu. Misalnya perkembangan filsafat di Yunani, yang semuanya
hampir meliputi pemikiran teoritis para pemikir, artinya para ahli pada saat
itu menciptakan ide dan pendapat yang nantinya dijadikan rujukan dan pedoman
oleh orang lain. Pada awal abad ke -17,
munculah pemikiran baru tentang filsafat, yaitu pemisahan filsafat dengan ilmu
pengetahuan.
Jenis pengetahuan selalu mempunyai
ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana (estimologi) dan untuk
apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling
berkaitan, tidak mungkin bahasan estimologi terlepas sama sekali dari ontology
dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model berpikir sistematik,
justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan.
Ilmu kimia merupakan ilmu mengenal
bahan kimia. Bahan kimia bukanlah zat abstrak yang perlu ditakuti oleh manusia
biasa. Bahan ini mencakup benda yang ada disekitar kita. Ilmu kimia adalah
cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari struktur materi, sifat-sifat
materi, perubahan suatu materi menjadi materi lain, serta energi yang menyertai
perubahan materi. Kimia adalah ilmu tentang materi dan perubahannya. Materi itu
sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan mempunyai massa. Semua
materi berada dalam tiga wujud yaitu, padat, cair dan gas. Hakikat ilmu kimia
adalah bahwa benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, maupun susunan
partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi perubahan letak susunan
yang mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dari wujud/bentuk semula. Ilmu kimia
lahir dari keinginan para ahli kimia untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan
apa dan mengapa tentang sifat materi yang ada di alam, yang masing-masing akan
menghasilkan fakta dan pengetahuan teoritis tentang materi yang kebenarannya
dapat dijelaskan dengan logika matematika.
Ilmu Kimia
merupakan salah satu ilmu-ilmu eksak yang sudah tidak asing lagi di telinga
masyarakat. Pemanfaatan ilmu kimia itu itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan sehari-hari. Setiap harinya, di mana pun itu, kita dapat menemukan
proses kimia berlangsung serta hasil dari proses kimia tersebut. Baik itu
manfaat yang diberikannya baik ataupun tidak bagi kita sendiri ataupun
lingkungan serta masyarakat. Ilmu kimia itu sendiri terbagi menjadi beberapa
bagian, diantaranya adalah Kimia Organik, Kimia Anorganik, Biokimia, Kimia
Fisika, Kimia Nuklir (inti), Kimia terapan yang mencakup banyak ilmu-ilmu
terapan, misalnya Kimia Polimer, Kimia Bahan Alam, Kimia Medisinal, dan
lain-lain.
Persepsi
masyarakat tentang kimia kebanyakan lebih terdengar negatif. Hal ini juga tidak
bisa dipungkiri dari adanya andil kimia dalam penyebab beberapa kerugian yang
diderita oleh masyarakat. Misalnya saja limbah dari pabrik yang menimbulkan
gangguan kesehatan, penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya pada makanan, sampai
dengan penggunanaan ilmu kimia dalam membuat senjata pembunuh massal yaitu bom
atom. Jika kita lebih bijak, maka semua kerugian itu
dapat saja kita tanggulangi. Pada dasarnya ilmu itu ada bukan untuk merugikan
manusia tetapi sebaliknya. Oleh sebab itu, diangkatlah tema tentang ilmu kimia
yang dikaji menurut ontology, epistimologi dan aksiologi agar kita benar-benar
mengetahui apa sebenarnya ilmu kimia.
B. Tujuan
Penulisan
Pada makalah ini di berikan urain ilmia tentang Filsafat ilmu bidang kimia
dengan tujuan untuk menjadi acuan dasar berpikir kimia dengan konsep pemahaman
filsafat ilmu guna mencari kebenaran dari apa yang kita rumuskan dan teliti
terkait bidang ilmu kimia.
C.
Manfaat
Penulisan
Penulisan ini bermanfaat untuk
lebih memahami tentang filsafat, filsafat ilmu dan penerapan filsafat ilmu
dalam bidang kimia dalam hal penelitian, pembuatan teori dan kebenaran mutlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Perkembangan Filsafat Ilmu
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun secara historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat
telah berhasil mengubah pola fikir bangsa Yunani dan umat manusia dari
pandangan mitosentris menjadi logosentris. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa
lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh
para dewa. Karenanya para dewa harus dihormatidan sekaligus ditakuti kemudian
disembah. Dengan filsafat, pola fikir yang selalu tergantung pada dewa diubah
menjadi pola fikir yang tergantung pada rasio.
Perkembangan sejarah filsafat di dunia barat dapat dibagi dalam empat
periodisasi yaitu :
a.
ZamanYunani Kuno atau periode klasik,
Ciri pemikiran filsafat adalah kosmosentris yakni para filosof masa ini
mempertanakan asal-usul alam semesta dan jagad raya. Pada periode ini,
orang Yunani berusaha memberikan deskripsi yang rasional dari masalah-masalah
yang mereka hadapi, termasuk memikirkan tentang asal-mula amam semesta. Periode
filsafat Yunani merupakan periode sangat penting karena terjadi perubahan pola
fikir manusia dari Mitnosentris ( Mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena
alam) menuju Logosentris. Thales adalah orang pertama yang berupaya mencari
jawaban atas pertanyaan tentang segala benda dalam alam ini sehingga dia
dikenal sebagai bapak filsafat.
b. Zaman periode pertengahan
Pada abad ini, tradisi
berpikir ( berfilsafat ) bersentuhan dengan tradisi agama (Teologi ). Ada 2
periode di jaman pertengahan yaitu periode skolastik Islam dan periode
skolastik Kristen.
c. Zaman
periode kontemporer
Pemikiran filsafat pada abad ini, mayoritas mengkritisi, memperbaiki, dan
menyempurnakan pemikiran-pemikiran filsafat pada abad sebelumnya. Yang
terpenting pada abad ini yaitu mengembangkan pendekatan interdisipliner.
Filsafat sebagai “ibu” ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat kembali
mengarahkan “anak cucunya” sebagai “mitra dialog” dalam menyelesaikan persoalan
aktual masa kini dan masa mendatang yang semakin kompleks ruang lingkupnya.
B. Tinjauan Umum Filsafat
Ditinjau
dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,
“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya
kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu
kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982). Lebih lanjut
Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam
pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17
tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut
sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu
ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung
pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam
perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri
telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon
ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing
cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan
masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, perkembangan ilmu
pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada
akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu
pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh
karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu
pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat
asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat
ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau
pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan
semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu
pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi
sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono
(1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu
yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau
teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk
mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu
bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh
karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini
senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang
menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan
batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh
sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai
ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
C. Pemgertian Filsafat
Perkataan
Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia”
yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos
(philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari
zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan
pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak
hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama,
pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian
pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang
Gie, 1999).
Kalau
menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai
istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni
seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri
yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos”
(pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki
semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah
filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia
merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau
kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah
suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya,
unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999). Menurut sejarah kelahiran istilahnya,
filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap
seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus
menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak
menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk
mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).
D. Filsafat Ilmu
Ilmu
(atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan
dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ini berarti ilmu membatasi diri
hanya kepada kejadian-kejadian yang bersifat empiris (obyek penelaahan ilmu
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia).
Syarat-syarat
Ilmu :
·
Objektif. Ilmu harus memiliki objek
kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya,
tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam.
·
Metodis adalah upaya-upaya yang
dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam
mencari kebenaran.
·
Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba
mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam
hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti
secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat
menyangkut objeknya.
·
Universal. Kebenaran yang hendak
dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat
tertentu).
Pengertian-pengertian
tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun
karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah
segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal
yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran
yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan
saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Dalam
perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada
dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu,
tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997). Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara
mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya
ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap
perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam
kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi
dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari
sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu
pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya
merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Lebih
lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut
masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang
ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn)
itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang
idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya,
yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu
cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak
dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana
yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.
E.
Filsafat Sebagai Induknya Ilmu Pengtahuan
Beberapa ahli filsafat
menjelaskan bahwa filsafat itu adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dahulu pada mulanya filsafat meliputi
semua ilmu yang ada pada zamanya: politik, ekonomi, hukum, seni, dan
sebagainya. Akan tetapi lama kelamaan dengan intensifnya usaha-usaha yang
bersifat empiris dan eksperimental terciptalah satu persatu ilmu yang khusus memecahkan
satu bidang masalah. Sehingga terwujudlah berbagai ilmu pengetahuan yang
mendasarkan penyelidikannya secara empiris dan eksperimental dan terlepaslah
dari filsafat sebagai induknya. Tetapi dengan munculnya ilmu-ilmu tidak berarti
telah lenyaplah eksistensi filsafat dan fungsinya. Filsafat masih tetap eksis
dan mempunyai fungsi sendiri yang tidak dapat digantikan oleh ilmu pengetahuan.
Garapan filsafat berbeda
dengan garapan ilmu pengtahuan dan masing-masing dibutuhkan. Dalam kenyataan,
setiap ilmu membutuhkan filsafatnya. Ada ilmu hukum ada pula filsafat hukum,
ada ilmu pendidikan ada pula filsafat pendidikan.
Filsafat dalam pandangan
tokoh-tokoh dunia diartikan sebagai berikut:
- Plato (427 – 348 sm), filsafat adalah
ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli
- Aristoteles (382 – 322 sm), filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung dalam
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika
- Al Kindi (801 – ……m), filsafat adalah
pengetahuan tentang realisasi segala sesuatu sejauh jangkauan kemampuan
manusia
- Al Farabi (870 – 950 m), filsafat
adalah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikat sebenarnya.
- Prof. H. Muhammad Yamin, filsafat
adalah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya. Di
dalam kepribadiannya itu dialami sesungguhnya.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, filsafat dapat
diartikan sebagai berikut
- Teori atau analisis logis tentang
prinsip-prinsip yang mendasari pengaturan, pemikiran pengetahuan, sifat
alam semesta.
- Prinsip-prinsip umum tentang suatu
bidang pengetahuan.
- Ilmu yang berintikan logika
,estetika, metafisika, dan epistemology
- Falsafah.
Tujuan filsafat ialah mengumpulkan pengetahuan
manusia sebanyak mungkin dan menerbitkan serta mengatur semua itu dalam bentuk
sistematik. Dengan demikian filsafat memerlukan analisa secara hati-hati
terhadap penalaran-penalaran sudut pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan.
Semua ilmu baik ilmu sosial maupun ilmu alam bertolak dari pengembangannya
yaitu filsafat. Pada awalnya filsafat terdiri dari tiga segi, yaitu :
1. Apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika);
2. Mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika);
3. Apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika).
Kemudian ketiga cabang utama itu berkembang lagi menjadi cabang-cabang
filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik. Cabang-cabang
filsafat tersebut antara lain mencakup:
1. Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)
2. Etika (Filsafat Moral)
3. Estetika (Filsafat Seni)
4. Metafisika
5. Politik (Filsafat Pemerintahan)
6. Filsafat Agama
7. Filsafat Ilmu
8. Filsafat Pendidikan
9. Filsafat Hukum
10. Filsafat Sejarah
11. Filsafat
Matematika
Ilmu tersebut pada tahap selanjutnya menyatakan
diri otonom, bebas dari konsep-konsep dan norma-norma filsafat. Namun demikian
ketika ilmu tersebut mengalami pertentangan-pertentangan maka akan kembali
kepada filsafat sebagai induk dari ilmu tersebut. Oleh karena itu, mengapa
filsafat sering disebut para ahli sebagai induk dari semua ilmu pengetahuan di
mana ilmu tersebut selalu berkaitan dengan filsafat sebagai sumber acuan.
F. Filsafat Kimia
1) Ilmu Kimia
dalam Tinjauan Ontologi
Nama ilmu kimia berasal dari bahasa Arab,
yaitu al-kimiya yang artinya perubahan materi, oleh ilmuwan Arab Jabir ibn Hayyan
(tahun 700-778). Ini berarti, ilmu kimia secara singkat dapat diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari rekayasa materi, yaitu mengubah materi menjadi materi
lain. Secara lengkapnya, ilmu kimia adalah ilmu mempelajari tentang susunan,
struktur, sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahan suatu zat atau
materi. Zat atau materi itu sendiri adalah segala sesuatu yang menempati ruang
dan mempunyai massa
Susunan materi mencakup komponen-komponen
pembentuk materi dan perbandingan tiap komponen tersebut. Struktur materi
mencakup struktur partikel-partikel penyusun suatu materi atau menggambarkan
bagaimana atom-atom penyusun materi tersebut saling berikatan. Sifat materi
mencakup sifat fisis (wujud dan penampilan) dan sifat kimia. Sifat suatu materi
dipengaruhi oleh : susunan dan struktur dari materi tersebut. Perubahan materi meliputi perubahan
fisis/fisika (wujud) dan perubahan kimia (menghasilkan zat baru). Energi yang
menyertai perubahan materi = menyangkut banyaknya energi yang menyertai
sejumlah materi dan asal-usul energi itu.
Ini berarti bahwa aspek ontologi dari ilmu kimia adalah:
- Konsep kimia, yang
berarti kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang susunan, struktur,
sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahan suatu materi
- Objek studi dari
ilmu kimia adalah zat atau materi.
Bagian yang terpenting dari ilmu kimia adalah mempelajari reaksi kimia,
perubahan yang terjadi bila senyawa kimia berinteraksi membentuk suatu senyawa
baru yang berbeda. Reaksi kimia merupakan suatu hal yang menakjubkan untuk
diteliti dan merupakan bagian yang menyenangkan dari ilmu kimia untuk
memperhatikan terjadinya reaksi kimia.
Hakekat ilmu kimia adalah benda itu bisa mengalami perubahan bentuk, maupun
susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain sehingga terjadi deformasi,
perubahan letak susunan, ini mempengaruhi sifat-sifat yang berbeda dengan wujud
yang semula.
2)
Ilmu Kimia dalam Tinjauan Epistimologi
Epistimologi ilmu adalah berbicara tentang
bagaimana ilmu itu diperoleh dan dikembangkan. Ilmu kimia merupakan ilmu yang
pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun
pada perkembangan selanjutnya ilmu kimia juga diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan teori (deduktif).
Ilmu kimia dikembangkan oleh ahli kimia
untuk menjawab pertanyaan “apa” dan “mengapa” tentang sifat materi yang
ada di alam. Pengetahuan yang lahir dari upaya untuk menjawab pertanyaan “apa”
merupakan suatu fakta bahwa sifat-sifat materi yang diamati sama oleh setiap
orang akan menghasilkan pengetahuan deskriptif yang diperoleh dengan merancang
percobaan dan melakukan eksperimen. Sedangkan pengetahuan yang lahir untuk
menjawab pertanyaan “mengapa” suatu materi memiliki sifat tertentu akan
menghasilkan pengetahuan yang teoritis. Pengetahuan ini diperoleh melalui
langkah-langkah ilmiah sehingga muncul dan diciptakannya suatu teori. Teori
yang telah ditemukan akan terus dibuktikan oleh peneliti lain demi memperkuat
teori tersebut atau mungkin menyempurnakannya. Teori yang sudah mendekati
sempurna akan diakui. Berikut adalah bagaimana ilmu kimia dikembangkan.
3) Ilmu Kimia dalam Terapan Aksiologi
Aksiologi
ilmu membicarakan tentang nilai atau kebermanfaatan suatu ilmu. Ilmu kimia seperti halnya ilmu-ilmu yang lain
mempunyai manfaat apabila dipelajari oleh siapapun. Manfaat dari
mempelajari ilmu kimia meliputi :
- Pemahaman kita menjadi lebih baik terhadap alam sekitar dan
berbagai proses yang berlangsung di dalamnya.
- Mempunyai kemampuan untuk mengolah bahan alam menjadi produk
yang lebih berguna bagi manusia.
- Membantu kita
dalam rangka pembentukan sikap.
Secara khusus, ilmu kimia mempunyai
peranan sangat penting dalam bidang : kesehatan, pertanian, peternakan, hukum,
biologi, arsitektur dan geologi. Pada bidang kesehatan contohnya adalah
ditemukannya obat-obatan dari proses kimia yang dapat membantu dalam proses
pemulihan terhadap suatu penyakit.
Dibalik sumbangannya yang besar bagi
kehidupan kita, secara jujur harus diakui bahwa perkembangan ilmu kimia juga
memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia. Contohnya bahan pangan yang
beredar di tengah masyarakat yang mengandung bahan kimia berbahaya, seperti :
tahu, bakso yang mengandung bahan formalin, pengawet. Krupuk yang kita
konsumsi pun tak luput dari bahan racun kimia “boraks”. Bahkan, minuman es di
kantin-kantin maupun yang dijual dipinggir jalan diindikasikan bahwa bahan
pewarnanya tak lain adalah bahan yang digunakan untuk pewarna kain. Produk
kecantikanpun tak luput dari penggunaan racun-racun berbahaya, mercuri, yang
berakibat paling fatal yakni kematian serta masih banyak lagi manfaat negatif
dari ilmu kimia.
Dampak
negatif dari ilmu kimia ada karena para pelaku tersebut paham konsep dan proses
ilmu yang ditemukan tetapi tidak mempedulikan nilai dari ilmu tersebut,
sehingga ilmu yang ditemukan hanya akan membawa kerugian bagi masyarakat. Jika
setiap manusia menemukan ilmu dengan memandang wilayah aksiologi, maka ilmu
tersebut akan memiliki nilai yang tinggi. Contohnya yaitu mengenai peluruhan
atom yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk tujuan tertentu. Peluruhan atom
telah diketahui oleh ilmuwan, bahwa dalam proses peluruhan atau fisi sebuah
unsur akan disertai pelepasan energi beberapa elektron yang tentunya dapat
dimanfaatkan, misalkan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.
Filsafat adalah pengetahuan
tentang segala apa yang ada. Filsafat memberi jawaban atas pertanyaan “apakah
hakikatnya segala yang ada di atas bumi dan dikolong langit?”. Segala apa yang ada ini dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu benda hidup
dan benda mati. Benda hidup berupa tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Benda
mati berupa cangkir, piring, meja, batu dan sebagainya. Jadi segala apa yang
ada hanya terdiri dari benda hidup dan benda hidup dan benda mati.
Benda mati tidak bergerak, dan
tidak mengalami perubahan kecuali bila digerakkan dan dirubah oleh benda lain.
Sedangkan benda hidup bergerak dan mengalami perubahan walaupun tidak
digerakkan atau dirubah oleh benda lain. Dengan demikian maka gerak dan
perubahan itu bersifat pribadi. Wujud satuan benda jadi adalah hewan, manusia,
meja, kursi dan sebagainya. Wujud manusia sebagai benda disebut badan (raga).
Raga manusia senantiasa dapat bergerak sendiri dan dapat mengalami perubahan
sesuai keinginannya, baik dalam hal perubahan sifatnya, bentuk dan energi yang
dihasilkan. Jika raga itu tidak dapat lagi bergerak sendiri dan melakukan
perubahan, maka raga itu disebut mati.
Perubahan ada dua yaitu
perubahan fisika dan perubahan kimia. Perubahan fisika adalah perubahan yang
tidak menghasilkan zat baru, yang berubah hanyalah bentuk dan wujudnya tanpa
mengubah jenis dan sifat zat tersebut. Sedangkan perubahan kimia adalah
perubahan yang menghasilkan zat baru, berubah sifat dan susunannya.
Benda mati ini apabila mengalami perubahan tidak akan mengubah sifat dan
jenisnya, hanya berubah bentuk dan wujudnya saja. Misalnya kayu yang telah di
bentuk atau diolah oleh seseorang menjadi kursi atau meja, yang berubah
hanyalah bentuk dari kayu itu yang semula berbentuk panjang bulat, setelah
diolah berbentuk meja dan kursi yang memiliki kaki, sifat dari benda itu tetap
yaitu kayu. Lain halnya dengan benda hidup seperti manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Disini manusia sama halnya dengan perubahan kimia yang
mengalami perubahan menghasilkan zat baru, berubah sifat dan bentuknya.
Misalnya bayi yang baru lahir dengan bentuk yang kecil dan hanya bisa menangis
dan menggerakkan tangan dan kaki, tetapi setelah bayi itu tumbuh dewasa maka otomatis
bentuk tubuh dan sifatnya berubah. Energy yang dikeluarkannya juga lebih banyak
seiring dengan kegiatan/pekerjaan yang dia lakukan. Energy adalah sesuatu
yang memiliki kemampuan untuk melakukan usaha, tidak dapat diamati langsung
keberadaannya, tetapi dapat diamati akibat yang ditimbulkan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat
ilmu sangatlah tepat dijadikan landasan pengembangan ilmu khususnya ilmu
pengetahuan alam bidang kimia, karena kenyataanya, filsafat merupakan induk
dari ilmu pengetahuan alam.
- Hakikat dari ilmu kimia adalah benda itu bisa mengalami
perubahan bentuk, baik itu susunan partikelnya menjadi bentuk yang lain
maupun perubahan letak susunan yang mana hal ini mempengaruhi
sifat-sifat yang berbeda dengan wujud yang semula.
- Ilmu Kimia ada karena untuk menjawab pertanyaan “apa” dan
“mengapa” tentang materi yang diamati.
- Ilmu Kimia secara aksiologi adalah berkaitan dengan
kebermanfaatan dari ilmu kimia tersebut yang dikaitkan dengan moral
manusia yang menggunakannya. Ilmu kimia akan bermanfaat jika moral manusia
yang menggunakannya baik, dan ilmu kimia akan mendatangkan kerugian jika
moral manusia yang menggunakannya tidak baik.
B.
Saran
Saran yang
diberikan berkaitan dengan topik yang diambil adalah ilmu kimia merupakan ilmu
yang bermanfaat bagi manusia jika dimanfaatkan secara benar dan tepat. Benar dalam hal sesuai dengan fungsinya
dan tepat dalam hal komposisinya.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K.,
1987., “Panorama Filsafat Modern”,
Gramedia Jakarta, p.14, 16, 20-21, 26.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan
Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian
Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM
Yogyakarta p.3, 14-16.
Nuchelmans, G., 1982., “Berfikir
Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam,
Relevansi Filsafat
dalam Pengembangan Ilmu Kimia (Wilayah Aksiologi).